19.4.12

HADITS DHOIF DAN MAU'DU

Hadits 1
    "Agama adalah akal. Siapa yang tidak memiliki agama, tidak ada akal baginya."

Hadits tersebut batil. Diriwayatkan oleh Imam an-Nasa'i dari Abi Malik Basyir bin Ghalib. Kemudian ia berkata, "Hadits ini adalah batil munkar." Menurut saya, kelemahan hadits tersebut terletak pada seorang sanadnya yang bernama Bisyir. Dia ini majhul (asing/tidak dikenal). Inilah yang dinyatakan oleh al-Uzdi dan dikuatkan oleh adz-Dzahabi dalam kitab Mizanul-I'tidal dan al-Asqalani dalam kitab Lisanul-Mizan.

Satu hal yang perlu digarisbawahi di sini ialah bahwasanya semua riwayat/hadits yang menyatakan keutamaan akal tidak ada yang sahih. Semua berkisar antara dha'if dan maudhu'. Saya telah menelusuri semua riwayat tentang masalah keutamaan akal tersebut dari awal. Di antaranya apa yang diutarakan oleh Abu Bakar bin Abid Dunya dalam kitab al-Aqlu wa Fadhluhu. Di situ saya dapati ia menyebutkan, "Riwayat ini tidaklah sahih."

Kemudian Ibnu Qayyim dalam kitab al-Manaar halaman 25 menyatakan, "Hadits-hadits yang berkenaan dengan akal semuanya dusta belaka."


Hadits 2

    "Barangsiapa shalatnya tidak dapat mencegahnya dari perbuatan keji dan munkar, maka ia tidak menambah sesuatu pun dari Allah SWT kecuali kejauhan."

Hadits tersebut batil. Walaupun hadits tersebut sangat dikenal dan sering menjadi pembicaraan, namun sanad maupun matannya tidak sahih.

Dari segi sanad, telah diriwayatkan oleh ath-Thabrani dalam kitab al-Mu'jam al-Kabir, al-Qudha'i dalam kitab Musnad asy-Syhab II/ 43, Ibnu Hatim dalam Tafsir Ibnu Katsir II/414 dan kitab al-Ka-wakib ad-Darari I/2/83, dari sanad Laits, dari Thawus, dari Ibnu Abbas r.a.. Ringkasnya, hadits tersebut sanadnya tidak sahih sampai kepada Rasulullah saw, tetapi hanya mauquf (berhenti) sampai kepada Ibnu Mas'ud r.a., dan merupakan ucapannya dan juga hanya sampai kepada Ibnu Abbas r.a. Karena itu, Syekhul Islam Ibnu Taimiyah dalam Kitabul-Iman halaman 12, tidak menyebut-nyebutnya kecuali sebagai riwayat mauquf yang hanya sampai kepada Ibnu Mas'ud dan Ibnu Abbas r.a.

Di samping itu, matannya pun tidak sahib sebab zhahirnya mencakup siapa saja yang mendirikan shalat dengan memenuhi syarat rukunnya. Padahal, syara' tetap menghukuminya sebagai yang benar atau sah, kendatipun pelaku shalat tersebut masih suka melakukan perbuatan yang bersifat maksiat. Jadi, tidaklah benar bila dengannya (yakni shalat yang benar) justru akan makin menjauhkan pelakunya dari Allah SWT. Ini sesuatu yang tidak masuk akal dan tidak pula dibenarkan dalam syariat. Karena itu, Ibnu Taimiyah menakwilkan kata-kata "tidak menambahnya kecuali jauh dari Allah" jika yang ditinggalkannya itu merupakan kewajiban yang lebih agung dari yang dilakukannya. Dan ini berarti pelaku shalat tadi meninggalkan sesuatu sehingga shalatnya tidak sah, seperti rukun-rukun dan syarat-syaratnya. Kemudian, tampaknya bukanlah shalat yang demikian (yakni yang sah dan benar menurut syara') yang dimaksud dalam hadits mauquf tadi.

Dengan demikian jelaslah bahwa hadits tersebut dha'if, baik dari segi sanad maupun matannya.


Hadits 3

    "Himmah (keteguhan niat) laki-laki dapat meluluhkan (menyingkirkan) gunung-gunung."

Ini bukan hadits. Syekh al-Ajluni dalam kitab Kasyful-Khafa berkata, "Saya tidak menyatakannya sebagai hadits. Namun, ada sebagian ulama yang meriwayatkan dari Syekh Ahmad al-Ghazali bahwa ia mengatakan, Rasulullah saw. telah bersabda, 'Himmatur Rijaali taqla'ul jibaala.'"

Saya telah merujuk dan meneliti seluruh kitab sunnah namun tidak saya dapati di dalamnya. Adapun apa yang diutarakan Syekh Ahmad al-Ghazali tentang hadits tersebut tidaklah dapat dibuktikan dan tidak pula dibenarkan sebab ia tidak termasuk pakar hadits. Namun, ia seperti saudara kandungnya yakni Muhammad al-Ghazali, termasuk fuqaha sufi. Dalam Ihya Ulumuddin ia memang banyak mengutarakan hadits dan menisbatkannya kepada Rasulullah saw., tetapi oleh al-Hafidz al-Iraqi dan lainnya dinyatakan tidak ada sumber asalnya (tidak sahih).

Hadits 4

    "Berbincang-bincang dalam masjid itu menggerogoti pahala-pahala seperti binatang ternak memakan rerumputan."

Hadits di atas tidak ada sumbernya. Al-Ghazali meriwayatkannya dalam kitab Ihya Ulumuddin I/136, tetapi al-Hafidz al-Iraqi menyatakan, "Saya tidak mendapatkannya dari sumber aslinya."

Abdul Wahhab Taqiyuddin as-Subuki dalam kitab Tabaqat asy-Syafi'iyyah IV/145-147 mengatakan dengan tegas, "Saya tidak mendapatkan sanadnya."
Hadits 5

    "Tidaklah seorang hamba meninggalkan sesuatu untuk Allah dan ia tidak meninggalkannya kecuali karena Allah kecuali Allah menggantinya dengan sesuatu yang lebih baik baginya dalam urusan agama serta keduniaannya."

Hadits tersebut maudhu'. Saya sendiri pernah mendengar kata-kata tersebut diutarakan oleh seorang tokoh yang tengah mengisi acara di radio Damaskus pada bulan Ramadhan.

Abu Naim telah mengutarakannya dalam kitab Huliyyatul-Auliya II/196, kemudian ia berkata, "Itu hadits gharib (asing)."

Menurut saya, sanadnya maudhu' (palsu) sebab yang sesudah az-Zuhri tidak disebutkannya sama sekali dalam kitab-kitab hadits selain Abdullah bin Sa'ad ar-Raqi dan dia dikenal sebagai pendusta. Ad-Daru Quthni menyatakannya sebagai pendusta seraya berkata, "Dia adalah pemalsu hadits."
Hadits 6

    "Hindarilah debu, karena darinyalah timbulnya penyakit asma."

Saya tidak mengetahui sumber hadits yang disebutkan oleh Ibnu Atsir dalam kitab an-Nibayah pada maddah nasama tersebut seraya mengatakannya sebagai hadits. Namun, saya tidak mendapati ia menyebutkan sumber aslinya secara marfu' (sampai sanadnya kepada Rasulullah saw. penj.).

Ibnu Saad dalam Thabaqat al-Kubra VIII/198 meriwayatkan bahwa Abdullah bin Shaleh al-Mashri berkata, dari Harmalah bin Imran apa yang diceritakan kepada mereka oleh Ibnu Sindir pengikut (budak) Rasullulah saw. Ia berkata, "Suatu saat datanglah Amr Ibnul Ash sedang Ibnu Sindir telah bersama sekelompok orang. Tiba-tiba orang-orang yang bergerombol bermain-main menebarkan debu ke udara. Amr kemudian mengulurkan imamah (surban)-nya seraya menutupi hidungnya dan berkata, 'Hati-hatilah kalian terhadap debu karena itu merupakan suatu yang paling gampang masuknya dan paling sulit keluarnya. Bila debu telah masuk menembus paru-paru, maka timbullah penyakit asma."

Jadi, disamping riwayat tersebut mauquf (terhenti sampai kepada sahabat) juga sanadnya tidak sahih. Alasannya:

    Ibnu Saad hanya menyandarkan riwayat tersebut tanpa menyebutkan kaitan antara dia dengan Abdullah bin Shaleh.
    Ibnu Shaleh itu lemah. Hal ini dinyatakan oleh Ibnu Hibban dan Ibnu Huzaimah.
    Kaitan antara Harmalah dengan Ibnu Sindir tidak dijelaskan, karena itu dikategorikan sebagai majhul.
Hadits 7

    "Dua hal janganlah Anda dekati. Menyekutukan Allah dan mengganggu (merugikan) orang lain."

Riwayat tersebut tidak ada sumbernya. Memang ia sangat masyhur dan menjadi pembicaraan dengan lafazh yang demikian. Namun, saya tidak mendapatkannya dalam kitab-kitab sunnah. Barangkali riwayat itu berasal dari kitab Ihya Ulumuddin karangan Imam al-Ghazali II/185, yang mengatakan bahwa Rasulullah saw. bersabda:

    "Dua hal yang tidak ada sesuatu kejahatan yang melebihinya, yaitu menyekutukan Allah dan memudharatkan (mengganggu) hamba-hamba Allah. Dan dua hal yang tidak ada kebaikan yang melebihinya, yaitu iman kepada Allah dan memberi manfaat kepada hamba Allah."

Hadits tersebut tidak ada dan tidak diketahui sumbernya. Al-Iraqi dalam merinci riwayat tersebut mengatakan, "Riwayat tadi telah dipaparkan oleh penulis Kitab al-Firdaus dari hadits Ali sedang anaknya tidak menyandarkannya dalam musnadnya. Karena itu, as-Subuki menyatakan bahwa apa yang tercantum dalam Ihya riwayatnya tidak bersanad.
Hadits 8

    "Beramallah untuk duniamu seolah-olah engkau akan hidup selamanya dan beramallah untuk akhiratmu seolah-olah engkau mati besok."

Sekalipun riwayat di atas sangat masyhur dan hampir setiap orang mengutipnya, tetapi sanadnya tidak ada yang marfu'. Bahkan Syekh Abdul Karim al-Amri tidak mencantumkannya dalam kitabnya al-Jaddul-Hatsits fi Bayani ma laysa bi Hadits.

Namun, saya telah mendapatkan sumbernya dengan sanad yang mauquf (pada sahabat) yaitu diriwayatkan oleh Ibnu Qutaibah dalam kitab Gharibul-Hadits I/46, dengan matan "Ihrits lidunyaaka ..." dan seterusnya.

Juga saya dapatkan dalam riwayat Ibnu Mubarak pada kitab az-Zuhud II/28 dengan sanad lain yang juga mauquf dan munqathi' (tidak bersambung).

Ringkasnya, riwayat hadits tersebut dha'if karena adanya dua penyakit dalam sanadnya. Pertama, majhulnya (asingnya) maula (budak/pengikut) Umar bin Abdul Aziz sebagai salah satu perawi sanadnya. Kedua, dha'ifnya pencatat bagi Laits yang bernama Abdullah bin Shaleh, yang juga merupakan perawi sanad dalam riwayat ini.
Hadits 9

    "Aku adalah kakek bagi setiap orang yang bertakwa."

Riwayat tersebut tak ada sumbernya. Al-Hafidz as-Suyuthi ketika ditanya tentang riwayat tersebut menjawab, "Aku tidak mengetahuinya." Pernyataan tersebut diungkapkan dalam kitab al-Hawi lil-Fatawa II/89.
Hadits 10

    "Sesungguhnya Allah suka melihat hamba-Nya yang lelah dalam mencari rizki yang halal."

Riwayat hadits tersebut maudhu', diriwayatkan oleh Abu Manshur ad Dailami dalam musnad al-Firdaus, dari hadits Ali r.a. secara marfu'.

Al-Hafidz Al-Iraqi mengatakan bahwa dalam sanadnya terdapat Muhammad bin Sahl al-Aththar. Ad-Daru Quthni menyatakan ia (al-Aththar) adalah pemalsu hadits.

Menurut saya, ini salah satu hadits maudhu' yang menodai Imam Suyuthi dalam kitabnya al-Jami'ush Shaghir karena ia menyalahi janji yang ditulisnya dalam mukadimah kitabnya tadi. Semoga Allah mengampuninya dan mengampuni kita semua. Amin!

Hadits 11

    "Sesungguhnya aku diutus sebagai pengajar."

Hadits ini dha'if dan diriwayatkan oleh ad-Darimi dalam Sunan-nya I/99, Ibnu Wahab dalam Musnad-nya VIII/164, Ibnul Mubarak dalam az-Zuhud II/220, dan ath-Thayalisi dengan nomor hadits 2.251. Kesemuanya dari Abdur Rahman bin Ziyad bin An'am, dari Abdur Rahman bin Rafi', dari Abdullah bin Amr r.a.

Ibnu Hajar dalam Taqrib at-Tahdzib menyatakan sanad Abdur Rahman bin Ziyad dan Ibnu Rafi' adalah lemah.

Hadits 12
    "Allah SWT telah mewahyukan kepada dunia, 'Berkhidmatlah kepada siapa yang berkhidmat kepada-Ku, dan sengsarakanlah siapa yang berkhidmat kepadamu (yakni dunia).'"

Hadits tersebut maudhu'. Hal itu diriwayatkan oleh al-Khatib dalam tarikh Baghdad VIII/44 dan juga oleh al-Hakim dalam kitab Ma'rifat Ulumul Hadits halaman 101.

Al-Khatib mengatakan, "Ini adalah riwayat tunggal yang hanya diriwayatkan oleh Husain bin Fudhail, sedang dia pemalsu."

Hadits 13

    "Penduduk Syam adalah cambuk Allah di bumi-Nya. Allah akan membalas kepada siapa saja yang dikehendaki-Nya dari hamba-hamba-Nya dengan mereka. Haram bagi kaum munafik untuk mengungguli kaum mukmin dan mereka tidak akan mati kecuali dengan kesedihan dan kesengsaraan."

Hadits tersebut dha'if. Telah diriwayatkan oleb atb-Thabrani dalam al-Mu'jam al-Kabir dari dua sanad, yaitu al-Walid bin Muslim dari Muhammad bin Ayyub. Memang sanadnya terlihat sahih. Barangkali karena itulah Syekhul Islam Ibnu Taimiyah dengan berdasarkan riwayat tersebut menjadikan "Keutamaan Negeri Syam" sebagai bab tersendiri dalam bukunya. Namun hakikatnya tidaklah demikian dikarenakan dua sebab :

    Riwayat 'an 'anah (yakni menggunakan lafazh 'an fulan 'an fulan penj.). Al-Walid adalah mudallas (mencampur aduk atau sengaja membuat kesalahan). Inilah yang dinyatakan oleh adz-Dzahabi dalam kitabnya al-Mizan.
    Sanadnya terhenti (mauquf), yaitu telah diriwayatkan dengan sanad yang mauquf oleh Haitsam bin Kharijah. Ia berkata, "Riwayat ini sanadnya terhenti sampai kepada Khuraim."

    Hadits 14

    "Hati-hatilah (jauhilah) olehmu hijaunya kotoran ternak." Beliau ditanya, 'Apa makna hijaunya kotoran ternak?' Rasul menjawab, 'Yaitu wanita cantik yang tumbuh di lingkungan buruk.'"

Hadits tersebut lemah sekali. Ia diriwayatkan oleh al-Qidha'i dalam musnad asy Syihab I/81 dari sanad al-Waqidi. Juga dimuat dalam Ihya II/38. Ad-Daru Quthni mengatakan, "Hadits ini tunggal dari al-Waqidi dan dia adalah dha'if."

Menurut saya, bahkan dia itu termasuk yang matruk (ditinggalkan riwayatnya), sedangkan Imam Ahmad, Nasa'i, Ibnul Mudayni, dan lainnya menganggapnya dusta. Karena itu, janganlah terkecoh oleh sekelompok kaum fanatik yang dengan sengaja memuat riwayat tadi dalam kitab-kitab mereka.

Hal itu bertentangan dengan kaidah-kaidah yang lazim di kalangan para pakar hadits, misalnya al-Jarhul-Mubinu Muqqaddamun 'alat-Ta'dili (kecaman/kritik yang jelas dan rinci lebih diutamakan daripada pujian atau pengakuan baik).

Hadits 15

    "Negeri Syam adalah tempat busur panah-Ku. Siapa saja yang ingin berlaku jahat padanya, Aku akan memanahnya dengan anak panah tersebut."

Hadits tersebut tidak ada sumbernya dalam kumpulan hadits marfu'. Barangkali riwayat tersebut termasuk Israiliat.

Dalam sanadnya terdapat al-Mas'udi yaitu nama Abdur Rahman bin Abdullah yang dikenal lemah atau dha'if.
   
Hadits 16

    "Ada dua golongan dari umatku, yang bila keduanya baik atau saleh, maka baiklah semua manusianya. Yaitu 'umara (penguasa) dan fuqaha (ulama)."

Dalam riwayat lain disebut umara dan ulama. Hadits tersebut maudhu'. Ia telah diriwayatkan oleh Tamam dalam kitab al-Fawa'id I/238 dan Abu Naim dalam kitab al-Haliyyah IV/96, serta Ibnu Abdil Bar dalam kitab Jami' Bayanil-'Ilmi I/184, dari sanad Muhammad bin Ziyad yang oleh Imam Ahmad dinyatakan sebagai pendusta dan pemalsu hadits.

Hadits tersebut juga diutarakan oleh al-Ghazali dalam Ihya I/6, seraya menyandarkan kepada Rasulullah saw. dan telah dinyatakan oleh al-Hafizh al-Iraqi bahwa sanadnya dha'if.
Perhatian:

Tidak ada perbedaan antara pernyataan al-Hafizh tadi (bahwa hadits tersebut dha'if) dengan vonis saya bahwa hadits tersebut maudhu' sebab hadits maudhu' termasuk kategori hadits-hadits dha'if seperti yang masyhur dalam ilmu Mushthalah Hadits.

Hadits 17

    "Barangsiapa berbuat dosa sambil tertawa, pastilah ia masuk neraka sambil menangis."

Hadits di atas maudhu'. Ia diriwayatkan oleh Abu Naim. Dalam sanadnya terdapat Umar bin Ayyub dari Muhammad bin Ziyad. Adz-Dzahabi mengatakan bahwa ia (Umar bin Ayyub) telah dikecam oleh Ibnu Hibban.

BERSAMBUNG.....


   


   



Tidak ada komentar:

Posting Komentar