19.4.12

Kelahiran Yesus dan Perayaan Natal

TERNYATA tidak ada catatan sama sekali mengenai peringatan kelahiran Nabi Isa Al-Masih a.s. (dilatinkan: Jesus = Isa; Kristus = Al-Masih) sampai abad ke-4 Masehi. Absennya perayaan Natal sebelum itu menunjukkan bahwa mungkin tidak ada yang tahu secara pasti kapan utusan Allah yang mulia itu lahir. Kitab-kitab Injil yang empat tidak menyebutkan tahun kelahiran beliau, apalagi tanggal dan bulan yang eksak. Clement (150-215), seorang uskup di Iskandariah, menetapkan tanggal 18 November. Sebuah dokumen dari Afrika Utara tahun 243, berjudul De Pascha Computus, menempatkan kelahiran Jesus Kristus pada tanggal 28 Maret di awal musim semi.





Umat Nasrani pada masa-masa awal tidak pernah tertarik untuk merayakan Natal, sebab mereka memandang suatu perayaan ulang tahun sebagai kebiasaan orang-orang kafir. Seorang tokoh gereja abad ke-3, Origenes, bahkan menyatakan bahwa adalah merupakan suatu dosa jika ada yang berusaha mencari-cari tanggal kelahiran Jesus, sebab hal itu berarti menyamakan Kristus dengan seorang Fir’aun! Injil yang paling tua, Injil Markus, yang ditulis sekitar tahun 50, memulai uraian dari kisah pembaptisan Jesus Kristus yang sudah dewasa oleh Johannes Sang Pemandi (Nabi Yahya bin Zakaria a.s.). Fakta ini merupakan indikasi bahwa umat Nasrani pada masa-masa awal memang tidak memiliki interes terhadap masalah kelahiran Jesus. Baru pada Injil Matius dan Injil Lukas, yang ditulis dua sampai empat dasawarsa kemudian, kita memperoleh kisah lahirnya Nabi agung yang merupakan putra suci Siti Maryam r.a. itu.





Informasi paling awal mengenai perayaan Natal tercantum dalam Philocalian calendar, suatu dokumen Romawi tahun 354, yang menyatakan 25 Desember sebagai hari kelahiran Jesus Kristus. Dijelaskan dalam dokumen tersebut bahwa tanggal itu ditetapkan oleh Uskup Liberius dari Roma, dan kemudian diresmikan oleh Gereja. Pada mulanya banyak kalangan intern kepausan yang tidak setuju dengan tanggal itu, sebab 25 Desember jatuh pada musim dingin, di mana hampir mustahil ada penggembala di padang rumput Palestina pada malam hari seperti diberitakan Injil! Tetapi Gereja sangat berkepentingan dengan tanggal 25 Desember, sebab penetapan tanggal itu diharapkan efektif untuk memikat hati orang-orang kafir Romawi yang mulai tertarik kepada ajaran Nasrani setelah Kaisar Konstantinus (bertahta 306-337) memeluk agama tersebut. Tanggal 25 Desember adalah saat Natalis Solis Invicti (“Kelahiran Dewa Matahari Yang Tak Terkalahkan”), yang dirayakan oleh orang-orang Romawi dalam bentuk Festival Saturnalia, untuk menghormati kelahiran Mithra, dewa matahari mereka, yang identik dengan Helios, dewa matahari Yunani.

Orang-orang Romawi memang berduyun-duyun memeluk agama Nasrani, tetapi Festival Saturnalia tanggal 25 Desember dilestarikan dalam bentuk perayaan Natal.







Ketika agama Nasrani tersebar di kawasan Eropa Barat, perayaan Natal dilengkapi dengan “pohon Natal” (Christmas tree) yang dipuja oleh bangsa-bangsa kafir Jerman dan  kandinavia. Bangsa Inggris baru mengenal pohon Natal ketika Ratu Victoria menikahi



Pangeran Albert, yang membawa tradisi itu ke Inggris dari daerah asalnya Jerman pada tahun 1840. Bagaimanakah dengan Santa Claus? Sudah tentu dia tidak pernah tinggal di Kutub Utara dengan rusa-rusanya seperti mitos yang beredar di kalangan anak-anak umat Nasrani. Dia adalah Saint Nicholas, uskup abad ke-4 di Nicaea (sekarang Iznik, masuk wilayah Turki) yang gemar membagikan hadiah kepada anak-anak. Tradisi ini populer di Negeri Belanda dengan sebutan San Nicolaas. Ketika orang-orang Belanda berimigrasi ke Amerika—kota New York sekarang adalah bikinan Belanda, dulu namanya New Amsterdam—mereka

memperkenalkan tradisi bagi-bagi hadiah dari San Nicolaas ini, yang oleh lidah anak-anak Amerika diucapkan Santa Claus. Akhirnya pada tahun 1863, kartunis terkenal Thomas Nast menggubah lukisan Santa Claus dengan berpakaian merah dan berjanggut putih, lengkap dengan ketawa ‘ho-ho-ho’nya, yang populer sampai hari ini.





Kapan Isa Al-Masih (Jesus Kristus) lahir?

Pada masa Nabi Isa Al-Masih a.s. berlaku kalender Julian yang memulai perhitungan tahun dari 708 AUC (ab urbi condita), yaitu 708 tahun sesudah pembangunan kota Roma, yang ditetapkan Julius Caesar sebagai tahun 1 Julian (tahun 46 SM menurut hitungan kita sekarang). Injil Lukas 3:1 mengatakan bahwa Jesus memulai tugas kerasulan pada tahun ke-15 pemerintahan Kaisar Tiberius, ketika Pontius Pilatus diangkat menjadi gubernur Judea. Tiberius bertahta dari tahun 60 Julian sampai 83 Julian (14-37 Masehi), sehingga kejadian yang diceritakan Lukas itu berlangsung tahun 75 Julian (29 Masehi). Informasi Lukas ini dijadikan dasar oleh Dionisius Exiguus, pejabat tinggi kepausan di Roma pada abad ke-6, untuk menetapkan perhitungan tahun Anno Domini (AD atau Masehi). Oleh karena menurut Lukas 3:23 usia Jesus saat itu “kira-kira 30 tahun”, maka Dionisius memperkirakan Jesus lahir tahun 47 Julian, yang ditetapkannya sebagai Tahun 1 Anno Domini, dan tahun ketika menetapkan itu, yaitu 572 Julian, diganti angkanya menjadi 526 AD. Sejak tahun 526 kalender Julian—yang pada tahun 1582 dikoreksi dengan dilompatkan 10 hari menjadi kalender Gregorian—mulai memakai hitungan tahun Anno Domini (Masehi) yang berlangsung sampai sekarang.





Tetapi benarkah Nabi Isa Al-Masih a.s. lahir pada tahun 1 Masehi (47 Julian)? Tahun itu hanyalah perkiraan Dionisius. Kenyataannya, baik Injil Lukas (1:5) maupun Injil

Matius (2:1) mencatat kelahiran Jesus pada masa Raja Herodes, yang

berarti antara tahun 37 SM dan 4 SM (10 sampai 43 Julian). Lukas 2:1-2

juga mengatakan bahwa Jesus lahir ketika gubernur Suriah Quirinius,

atas perintah Kaisar Augustus, mengadakan sensus penduduk di Palestina.

Sensus ini tentu berlangsung sesudah pengangkatan Quirinius tahun 6 SM (41 Julian). Maka tidaklah jauh dari kebenaran jika kita memperkirakan Nabi Isa Al-Masih a.s. lahir pada sekitar tahun 5 SM (42 Julian), dan sudah jelas bukan tahun 1 Masehi sebagaimana perkiraan pencipta hitungan tarikh Masehi, Dionisius Exiguus.





Tanggal dan bulan kelahiran Nabi Isa Al-Masih a.s. tidak dapat dipastikan, sebab tidak ada informasi sama sekali mengenai hal itu. Tetapi kita dapat melakukan educated guess mengenai musim (season) ketika beliau lahir.





Kitab Al-Qur’an pun menceritakan kelahiran Nabi Isa Al-Masih a.s. dalam Surat Maryam, tetapi tidak dijelaskan kapan beliau lahir. Namun ada ayat yang memberikan indikasi bahwa Nabi Allah yang mulia itu lahir pada musim semi. Ketika Siti Maryam r.a. melahirkan putranya yang suci itu, malaikat Jibril berkata kepadanya, sebagaimana tercantum dalam Surat Maryam ayat 25: Wa huzzi ilaiki bi jidz`i n-nakhlah, tusaqith `alaiki ruthaban janiyya

(“Dan goyanglah ke arahmu pohon kurma itu, ia akan menjatuhkan kepadamu buah masak dan segar”).



Jadi kelahiran Nabi Isa Al-Masih a.s. terjadi pada saat buah-buah kurma cukup ranum, sehingga akan berjatuhan jika pohonnya digoyang. Sampai sekarang di daerah Timur Tengah panen kurma berlangsung pada musim semi.

kelahiran Yesus dalam Perjanjian Baru sangat berbeda dengan keyakinan Kristen yang mempercayai 25 Desember sebagi hari Natal. Keterangan Perjanjian Baru tentang lahirnya Yesus, senada dengan informasi yang diberikan oleh Al Quran, ditengarai terjadi pada musim panas/semi. Dengan demikian bukan terjadi pada bulan Desember dimana terjadi musim dingin.



Ternyata QS.Maryam: 25 yang menunjukan bahwa Nabi Isa lahir pada musim semi cocok pula dengan ayat-ayat Perjanjian Baru dalam Lukas 2 : 8-11 menceritakan suasan kelahiran tersebut sebagai berikut:

(8). Di daerah itu ada gembala-gembala yang tinggal di padang menjaga kawanan ternak mereka pada waktu malam. (9). Tiba-tiba berdirilah malaikat Tuhan di dekat mereka dan kemuliaan Tuhan bersinar meliputi mereka dan mereka sangat ketakutan. (10). Lalu kata malaikat itu kepada mereka: “Jangan takut, sebab sesungguhnya aku memberitakan kepadamu kesukaan besar untuk seluruh bangsa. (11). Hari ini telah lahir bagimu Juruselamat, yaitu Kristus, Tuhan, di kota Daud.





Berdasarkan keterangan Lukas 2 : 8-11, Yesus lahir pada saat para penggembala ternak berada di padang Yudea untuk menjaga kawanan ternak yang mereka gembalakan pada suatu malam. Kejadian tersebut tidak mungkin terjadi pada bulan Desember. Sebab wilayah Yudea, setiap bulan Desember memasuki musim penghujan dan hawa malam harinya sangat dingin. Faktanya, paling lambat tanggal 15 Oktober, ternak yang digembalakan di padang Yudea sudah harus berada di kandangnya untuk menghindari hujan dan hawa dingin yang menusuk tulang.



Perjanjian Lama dalam Ezra 10 : 9 dan 13 secara tersendiri telah menjelaskan bahwa bila musim dingin tiba, hawa yang ditimbulkan sampai membuat tubuh menggigil dan tidak memungkinkan orang, termasuk penggembala dan ternaknya, berada di udara terbuka, apalagi pada waktu malam. Adapun kedua ayat Perjanjian Lama tersebut adalah sebagai berikut:



Lalu berhimpunlah semua orang laki-laki Yehuda dan Benyamin dari Yerusalem dalam tiga hari itu, yakni dalam bulan kesembilan pada tanggal dua puluh bulan itu. Seluruh rakyat duduk di halaman rumah Allah sambil menggigil karena perkara itu dan karena hujan.

Tetapi orang-orang ini besar besar jumlahnya dan sekarang musin hujan sehingga orang-orang tidak sanggup berdiri di luar. Lagipula pekerjaan itu bukan perkara sehari dua hari, karena dalam hal itu kami telah melakukan pelanggaran.



Jadi kira-kira pada bulan apa para gembala tinggal di padang rumput sampai

malam hari? Orang-orang di Yerusalem akan menjawab : bulan April atau bulan Mei pada musim semi (spring season).







Dengan demikian walaupun umat Kristiani meyakini bahwa tanggal 25 Desember adalah hari dimana Yesus telah dilahirkan, namun keyakinan ini justru secara diametral justru bertentangan dengan informasi kitab suci mereka sendiri.





Bagi umat Kristen, Natal 25 Desember adalah hari besar yang dirayakan dengan sepenuh suka cita dan kemeriahan. Hari ini diyakini sebagai peristiwa kelahiran Yesus Kristus ke dunia (Dies Natalis of Jesus Christ). Peringatan ini menjadi penting, karena mereka meyakini Yesus sebagai tuhan dan juru selamat. Dengan kata lain, perayaan Natal bagi umat kristiani adalah memperingati hari ulang tahun kelahiran tuhan.

Mengapa mereka merayakan hari ulang tahun kelahiran Yesus tanggal 25 Desember? Apakah Yesus benar-benar lahir tanggal 25 Desember?

Sebenarnya, semua teologi Kristen sepakat bahwa Yesus tidak lahir pada tanggal 25 Desember. Meski demikian, para teologi berselisih pendapat mengenai tanggal lahir Yesus.

1. Yesus lahir tanggal 14 Maret SM?

Ralph O. Muncaster, pendeta gereja Saddleback dalam bukunya ‘What Really Happe*ned Charistmas Morning’ menolak pendapat bahwa Yesus lahir pada tahun 1 Masehi dengan merujuk kepada pendapat para ahli lainnya. Menurut Josephus (sejarawan Yahudi), Yesus lahir pada tanggal 14 Maret tahun 4 Sebelum Masehi. Berdasarkan observasi astro*no***mis Johannes Kepler, Yesus lahir tahun 7 Sebelum Masehi. Sedangkan Tertulian, Irenaeus, Eusebius (bapak gereja) berpendapat bahwa Yesus lahir pada tahun 2 Sebelum Masehi.

2. Yesus Lahir Bulan April atau November?

Dr. J.L. Ch. Abineno menjelaskan bahwa Yesus mustahil lahir 25 Desember. Menurutnya, Yesus lahir pada bulan Maret, April atau November.

“Gereja-gereja merayakan Natal pada tanggal 25 Desember. Kebiasaan ini baru dimulai dalam abad ke-4. Sebelum itu Gereja tidak mengenal perayaan Natal. Terutama karena gereja tidak tahu dengan pasti kapan –pada hari dan tahun keberapa– Yesus dilahirkan. Kitab-kitab Injil tidak memuat data-data tentang hal itu. Dalam Lukas pasal 2 dikatakan bahwa pada waktu Yesus dilahirkan, gembala-gembala sedang berada di padang menjaga kawanan ternak mereka pada waktu malam (ayat 8). Itu berarti, bahwa Yesus dilahirkan antara bulan Maret atau April dan bulan November” (Buku Katekisasi Perjanjian Baru, hal. 14).

3. Yesus Lahir Bulan September?

Pendeta Benyamin Obadyah, alumnus Jerusalem Center, Yerusalem, mengutip pendapat R.A. Honorof dalam bukunya The Return of the Messiah (1997), menyatakan bahwa Yesus lahir pada bulan September. Benyamin menulis: “Meskipun menurut Alkitab Yesus dikandung Maria dari karunia Allah (Lukas 1:35), tapi ia dikandung secara normal selama 40 minggu atau 9,5 bulan. Ini berarti, Yesus dilahirkan pada akhir bulan September atau awal Oktober dan saat itulah orang Yahudi merayakan Hari Raya Tabernakel… Hari raya ini jatuh setiap tanggal 15 bulan Tishri menurut kalendar Yahudi. Menurut kalendar internasional (Gregorian), tahun 1999 tanggal 15 Tishri bertepatan dengan tanggal 25 September. Jadi, umat Kristen yang memperingati Natal 25 Desember terlambat selama tiga bulan.”

4. Yesus Lahir Bulan Januari?

Ephiphanius dan Gereja Orthodox Timur memperingati Natal tanggal 6 Januari, lalu Gereja Katolik Ortodoks memperingati Natal tanggal 7 Januari, sedangkan Gereja Armenian memperingati Natal tanggal19 Januari.

Dari berbagai versi tanggal Natalan tersebut, tak satupun yang bisa dipercaya. Tabloid Victorius edisi Natal pernah mengungkapkan keheranannya tentang Natal yang misterius: “Entah kapan dan siapa tokoh pencetus hari Natal, hingga sekarang masih dicermati. Dan apa benar tanggal 25 Desember itu adalah hari kelahiran Yesus Kristus? Hal ini masih misterius”.

Karena kesimpangsiuran tanggal kelahiran Yesus itulah, seorang muallaf Wencelclaus Insan Mokoginta berani membuat sayembara terbuka berhadiah mobil BMW. “Jika ada yang bisa menunjukkan dalil dalam Alkitab bahwa Yesus lahir pada tanggal 25 Desember dan perintah untuk merayakannya, kami sediakan hadiah mobil BMW dan uang tunai 10 juta rupiah,” tulis Wencelclaus dalam buku Mustahil Kristen Bisa Menjawab.



Mengapa Natalan tanggal 25 Desember?

Gereja-gereja Barat merayakan Natal tiap tanggal 25 Desember karena mendapat pengaruh dari Roma. Setelah melalui perjalanan yang panjang, akhirnya sebagian besar gereja di dunia mengikuti tradisi Roma.

Mengapa 25 Desember? Latar belakang perayaan Natal berasal dari kebudayaan bangsa Romawi. Tanggal 25 Desember dipilih sebagai hari Natal Yesus semata-mata mengadopsi tradisi pagan, untuk menyesuaikan dengan hari perayaan penyembahan berhala yang populer pada saat itu.

Sebab 25 Desember adalah Natal dua dewa terkemuka pada masa purba, yaitu perayaan kelahiran Dewa Matahari bangsa Roma yang dikenal dengan perayaan Solis Invictus (matahari yang tak terkalahkan) dan Dewa Mithras (dewa matahari kebenaran dan kebijakan). Perayaan ini sangat berpengaruh dalam kebudayaan dan keagamaan di kekaisaran Romawi, sejak abad ke-10 hingga 7 sebelum Yesus lahir (Sebelum Masehi).

Perayaan Roman Saturnalia, suatu perayaan untuk menghormati Saturnus, Dewa Pertanian dan Pembaruan Kuasa Matahari, juga berlangsung pada tanggal 25 Desember.

Sejak abad ke-4 Masehi, Gereja Katolik mencaplok 25 Desember sebagai Natal Yesus Kristus untuk menggeser pesta kafir tentang perayaan kelahiran dewa, diganti sebagai natal Yesus sang pembawa terang. Dengan inkulturasi seperti ini, mereka berharap agar para paganis dengan mudah beralih menjadi penganut Kristen. Makanya, beberapa kebiasaan yang terdapat pada perayaan Natal, diperkirakan berakar dari perayaan penyembahan berhala-berhala ini.



Kaisar Constantin Agung berusaha mempersatukan berbagai golongan dan agama guna keseimbangan politis dan agamawi di kekaisarannya. Maka diperkenalkanlah tadisi Natal pertama kali di Roma tanggal 25 Desember 336 yang menggabungkan tradisi penyembahan matahari dalam Mithraisme dengan tradisi perayaan kelahiran Yesus dalam Kristen. Sejak saat itulah 25 Desember diadopsi perlahan-lahan untuk merayakan Natal kelahiran Yesus. Otomatis, latar belakang Mithraisme pada perayaan Sol Invictus masih melekat. Misalnya, matahari yang disembah dalam perayaan Sol Invictus, diganti dengan simbol bahwa Yesus adalah Sang Matahari Kebenaran Penerangi Dunia.



Untuk menampik tudingan perayaan tradisi kafir, biasanya para penginjil berkilah, “Kalau kini Natal dirayakan sepenuhnya untuk kepentingan rohani dan setiap orang Kristen dapat bertumbuh dewasa karenanya, maka kaitannya dengan sejarah agama purba itu tentu saja bisa diabaikan” (Majalah Kristen Rajawali edisi Desember Th. XII no. 12 hlm. 16).



Alasan ini sudah tidak relevan. Jauh-jauh hari Herbert W Armstrong (1892-1986), Pastur Worldwide Church of God yang berkedudukan di Amerika Serikat, telah membantahnya dengan mengutip Catholic Encyclopedia: “Sinners alone, not saints, celebrate their birthday.” Hanya orang kafir, bukan orang-orang suci, yang merayakan hari ulang tahun mereka!!



Silsilah Nabi Isa Al-Masih a.s.



Injil

Matius 1:1-17 menelusuri silsilah secara menurun dari Nabi Ibrahim a.s.

sampai Nabi Isa Al-Masih a.s., sedangkan Injil Lukas 3:23-38 menelusuri

silsilah secara mendaki dari Nabi Isa Al-Masih a.s. sampai Nabi Adam

a.s. Baik Matius maupun Lukas berusaha menjelaskan bahwa Nabi Isa

Al-Masih a.s. adalah keturunan Nabi Daud a.s.



Matius menguraikan silsilah Nabi Daud ke bawah dengan menempuh jalur Solomon bin Daud (Nabi Sulaiman a.s.). Silsilah yang dimulai dari Nabi Ibrahim itu dikelompokkan Matius menjadi tiga bagian, masing-masing mencakup 14 generasi. Angka 14 yang ditetapkan Matius ini sudah pasti diambil dari nama “Daud” (dalam huruf Ibrani menggunakan tiga konsonan D-W-D atau daleth-waw-daleth), yang dalam numerologi Ibrani (dan juga Arab) bernilai: daleth(4) + waw(6) + daleth(4) = 14. Apa boleh buat, banyak nama keturunan Nabi Sulaiman dalam kitab umat Yahudi (Perjanjian Lama, kata umat Nasrani), yaitu Dibre Hayyamim (Chronicles; Tawarikh) 3:10-20, yang terpaksa dibuang oleh Matius agar tidak melebihi angka 14.



Lukas menempuh jalur berbeda dalam silsilah yang disusunnya. Menurut Lukas, Isa Al-Masih bukan keturunan Solomon bin Daud seperti kata Matius, tetapi keturunan Nathan bin Daud, abang Nabi Sulaiman yang tercantum dalam Dibre Hayyamim 3:5. Nama-nama dari Daud ke bawah yang disusun Lukas hampir semuanya berlainan dengan yang disusun Matius. Jumlah generasi pun tidak sama. Dari Daud sampai Isa Al-Masih, Lukas mencantumkan 42 generasi, sedangkan Matius cuma 27 generasi. Tetapi kedua penulis Injil ini bertujuan sama: pokoknya Jesus Kristus adalah keturunan Daud!





Ternyata silsilah yang disusun oleh Matius dan Lukas tidak bersambung kepada Nabi Isa Al-Masih a.s.! Mereka berdua menguraikan silsilah yang menurunkan Yusuf suami Maryam, bukan silsilah Maryam sendiri. Padahal Nabi Isa Al-Masih a.s. adalah putra suci Siti Maryam r.a. yang perawan (lahir dengan kekuasaan Allah!), dan sama sekali tidak ada hubungan darah dengan Yusuf. Meskipun Yusuf suami Maryam, Yusuf sama sekali tidak melakukan hubungan badaniah dengan istrinya sampai utusan Allah yang mulia itu lahir!

Matius sendiri mengakui hal ini (1:25): Et non cognoscebat eam donec peperit filium suum primogenitum (“Dan tidaklah dia ‘menyatu’ dengannya sampai melahirkan putra laki-lakinya yang sulung itu”).





Jelaslah bahwa Nabi Isa Al-Masih bukanlah keturunan Nabi Daud, meskipun Matius dan Lukas jungkir-balik berusaha menjelaskan hal itu dengan silsilah yang berbeda-beda. Dengan kata lain, Isa Al-Masih bukanlah Bani Israil suku Yehuda (Judah). Beliau adalah Bani Israil suku Lewi, sesuai dengan garis keturunan Siti Maryam r.a. yang serumpun dengan Nabi Musa dan Nabi Harun. Imam-imam Bani Israil umumnya memang dari suku Lewi.

Menurut Al-Qur’an Surat Ali Imran ayat 33-35, Nabi Isa Al-Masih dan ibu

beliau Siti Maryam adalah keturunan Imran, ayahanda Nabi Musa dan Nabi Harun, yang jelas merupakan keluarga Lewi, bukan keluarga Yehuda. Hal ini tercantum dalam We’elleh Shemoth (Exodus; Keluaran) 2:1. Juga dalam Surat Maryam ayat 28, Maryam dikatakan perempuan keluarga Harun (ukhta Harun).





Sebetulnya Lukas pun diam-diam mengakui bahwa Siti Maryam dan putranya Isa Al-Masih adalah suku Lewi. Dalam Lukas 1:5 tertulis bahwa Elisabeth istri Nabi Zakaria (ibunda Nabi Yahya) adalah keturunan Nabi Harun (filiabus Aaron), sedangkan dalam Lukas 1:36 dijelaskan bahwa Elisabeth dan Maryam adalah sekeluarga (cognatus). Juga estimasi Lukas (3:23) bahwa usia Jesus “kira-kira 30 tahun” (quasi annorum triginta)

ketika memulai tugas kerasulan merupakan indikasi bahwa Nabi Isa

Al-Masih memang suku Lewi, sebab menurut Bemidbar (Numbers; Bilangan) 4:47 para imam dari suku Lewi baru wajib melakukan tugas imamatnya setelah berusia 30 tahun.



Kesimpulan:

 (1) Nabi Isa Al-Masih a.s. mustahil lahir pada bulan Desember. Utusan Allah yang mulia itu mungkin lahir pada musim semi (April atau Mei).

(2) Nabi Isa Al-Masih a.s. bukanlah keturunan Nabi Daud a.s. (suku Yehuda). Putra suci Siti Maryam r.a. itu jelas merupakan suku Lewi.

Teman-teman Kristen apa masih mau merayakan Natal pada tanggal 25 Desember???!

Wallahu’alam...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar