25.6.12

menjawab tuduhan Rosulullah menikah dengan siti khodijah secara Kristen

Kristen dan JIL menuding Rasulullah sebagai orang yang banyak berhutang budi kepada Kristen karena sebelum jadi nabi, Muhammad menikah dengan Khadijah, seorang wanita Kristen yang taat ke gereja. Prosesi pernikahan Muhammad dengan Khadijah dilangsungkan dengan tatacara ritual Kristen, di mana yang bertindak sebagai wali nikah adalah pastur besar bernama Romo Waraqah bin Naufal. Maka dalam khutbah nikah tersebut Romo Waraqah membacakan ayat-ayat Taurat dan Injil. Tak lupa, Romo Waraqah menghadiahkan kado nikah kepada Muhammad berupa sebuah Alkitab (Bibel). Setelah menikah, selama 15 tahun Muhammad kursus Alkitab (Bibel) bersama Khadijah. Atas dasar itulah, maka Nurdin menyimpulkan bahwa Muhammad pernah beribadah secara Kristen di gereja selama 15 tahun bersama Khadijah dan pamannya, Romo Waraqah bin Naufal.

jawaban :
 “Bila pamannya Siti Khadijah yaitu Waraqah bin Naufal, faham akan Taurat dan Injil, beliau adalah seorang Pendeta besar, atau seorang Pastur besar atau seorang Penginjil besar dan pada pernikahan Muhammad SAW dan Siti Khadijah tentulah beliau bertindak sebagai Wali atau Penghulu pada waktu itu, dan menyampaikan Firman Allah yaitu Taurat dan Injil, agama Yahudi dan Nasrani, karena agama Islam dan Alquran belum ada pada waktu itu” (Keselamatan Didalam Islam, hlm. 24).

 “Pada waktu pernikahan berlangsung antara Muhammad SAW dengan Siti Khadijah seorang Nasrani, dan pasti hadiah Waraqah bin Naufal sebagai seorang Pendeta atau Pastur adalah sebuah Alkitab. Dan tentu Muhammad SAW selama 15 tahun bersama istrinya Siti Khadijah mempelajari Alkitab” (Keselamatan Didalam Islam, hlm. 53).

 “Istri beliau Siti Khadijah beragama Kristen Nasrani dan paman beliau Waraqah bin Naufal adalah pendeta bersama pendeta alim Buhaira namanya, dan umat pada waktu itu adalah semua umat Kristen Nasrani yang beribadah tentu di gereja, karena masjid pada waktu itu belum ada” (Ayat-ayat Penting di dalam Al-Qur’an, hlm. 68).

 “Pada waktu Muhammad SAW berumur 25 tahun beliau menikah dengan Khadijah yang beragama Nasrani. Dan pada waktu itu Muhammad SAW berumur 40 tahun beliau bertahanuts menyendiri. Bila demikian Muhammad SAW telah bersama istrinya selama 15 tahun, beliau tentu beribadah bersama istrinya dan pamannya Waraqah bin Naufal dan Pendeta Buhaira yang mana tentu Muhammad SAW ikut beribadah Nasrani dan beliau bertahanuts menyendiri dengan segala bekal dan pelajaran Alkitab, Taurat dan Injil” (Keselamatan Didalam Islam, hlm. 35).


Sebenarnya, pernikahan Muhammad SAW dengan Khadijah sudah lama jadi primadona bagi para misionaris JIL dan Kristen untuk menyengat akidah Islam. Tetapi lemahnya validitas data menjadikan tulisan mereka bernilai tak lebih dari sebuah “teologi imajiner.” Karenanya, kita tidak butuh rekayasa dan dugaan-dugaan untuk membantah tuduhan-tuduhan itu, karena sejarahlah yang otomatis menjawabnya:
Pertama, Khadijah bintu Khuwailid memang memiliki saudara sepupu –bukan paman seperti anggapan kristen dan JIL– seorang rahib bernama Waraqah bin Naufal. Tapi Waraqah bukanlah orang yang menikahkan Khadijah dengan Muhammad. Kitab-kitab sejarah Nabi mencatat bahwa yang meminang Khadijah adalah paman Muhammad yang bernama Hamzah bin Abdul Muthalib. Lalu yang menikahkan Muhammad dengan Khadijah adalah paman Khadijah yang bernama ‘Amru bin Asad, sedangkan yang memberikan khutbah nikah adalah Abu Thalib, paman Muhammad. Maharnya pun bukan Alkitab (Bibel), tapi 20 ekor unta. (lihat: As-Sirah An-Nabawiyah, Ibnu Hisyam, juz I, hlm. 201).
Kedua, Fakta-fakta ini sekaligus menampik tudingan kristen dan JIL bahwa pernikahan Muhammad dihiasi dengan khutbah ayat-ayat Alkitab (Bibel) yang disampaikan oleh Pastur Waraqah bin Naufal.
Ketiga, fakta bahwa yang menikahkan Muhammad dengan Khadijah adalah paman Khadijah yang bernama ‘Amru bin Asad, ini harus digarisbawahi oleh Guntur Romli. Karena dengan fakta ini, maka tudingannya terhadap Nabi Muhammad sebagai orang yang menyadur kisah-kisah Bibel sebagai balas jasa terhadap rahib Waraqah yang menikahkannya dengan Khadijah, terbantah secara otomatis.
Keempat, Tuduhan bahwa  Muhammad menikahi Khadijah dengan tatacara Kristen karena pada waktu itu Islam belum ada karena Muhammad belum menjadi Nabi, ini adalah logika kelirumologi yang naif.
Untuk menganalisa ritual pernikahan yang dipakai oleh Muhammad dan Khadijah, kita tidak perlu repot-repot dan merekayasa tatacara pernikahan yang diterima oleh bangsa Arab pada waktu itu. Bangsa Arab pada waktu itu masih mengikuti adat-istiadat yang diwarisi turun-temurun dari syariat Nabi Ibrahim yang hanif. Hal ini terbukti, mereka masih melaksanakan syariat khitan dan menghormati Ka’bah yang didirikan oleh Nabiyullah Ibrahim dan putranya, Ismail alaihissalam. Secara historis, bangsa Arab adalah keturunan Ibrahim melalui Ismail yang menikahi penduduk Mekkah dari suku Jurhum yang berasal dari Yaman. Keturunan Ismail inilah yang beranak-pinak di Mekkah yang disebut sebagai Bani Ismail atau Adnaniyyun.
Sampai zaman Muhammad belum diangkat Allah sebagai Nabi, bangsa Arab meyakini bahwa pemeliharaan serta kepemimpinan dalam upacara keagamaan di depan Ka’bah itu adalah hak Bani Ismail. Salah satu pemimpin kabilah Quraisy dari keturunan Ismail adalah Qushaiy.
Dengan demikian, bisa dipastikan bahwa satu-satunya syariat yang diterapkan dalam pernikahan Muhammad dengan Khadijah adalah syariat hanif Nabi Ibrahim.
Kelima, Anggapan Pendeta Nurdin bahwa Khadijah adalah seorang Kristen yang aktif di gereja, tentu tidak bisa dipertanggungjawabkan, karena dia tidak mencantumkan satu referensi pun dalam tulisannya. Untuk mengetahui dengan pasti apa agama yang dianut Khadijah pada waktu itu, sebaiknya Nurdin membaca buku Khadijah: Drama Cinta Abadi Sang Nabi tulisan Dr Muhammad Abduh Yamani. Berdasarkan sumber-sumber yang terpercaya, buku ini menyimpulkan bahwa Khadijah bukan seorang Kristen, melainkan penganut agama Ibrahim alaihissalam (Al-Hanif) yang mendapat gelar “Ath-Thahirah” (perempuan suci).
Keenam, tudingan bahwa Rasulullah menyadur kisah-kisah Bibel sesuai dengan kepentingannya juga sangat rapuh. Hanya orang kafir saja yang pantas melakukan tudingan ini.
“Dan orang-orang kafir berkata: “Al-Qur’an ini tidak lain hanya­lah kebohongan yang diada-adakan oleh Muhammad dan dia dibantu oleh kaum yang lain, maka sesungguhnya mereka telah berbuat suatu kezaliman dan dusta yang besar” (Qs Al-Furqan 4).
Tuduhan bahwa Nabi Muhammad menjiplak Bibel terbantah oleh kenyataan bahwa beliau adalah seorang nabi yang ummiy (buta aksara). Allah menegaskan hal ini dalam surat Al-‘Ankabut 48-49 dan Al-A’raf 157-158. Meski ditakdirkan sebagai seorang yang ummiy yang tidak bisa menyadur kitab-kitab terdahulu, tapi seluruh ayat Al-Qur’an tidak dapat diragukan, justru semakin terjamin otentisitasnya karena segala yang disampaikan Nabi Muhammad adalah wahyu (inspirasi) langsung dari Allah (Qs. An-Najm 3-5).
Salah satu buktinya adalah ayat Al-Qur’an:
“…Dan orang Nasrani berkata: “Al-Masih itu putra Allah.” Demikian itulah ucapan mereka dengan mulut mereka, mereka meniru perkataan orang-orang kafir yang terdahulu.” (Qs. At-Taubah 30).
Ayat ini menyatakan bahwa doktrin ketuhanan Yesus (Trinitas) adalah doktrin yang menjiplak keyakinan orang-orang kafir (pagan) sebelumnya. Ternyata, sejarah membuktikan bahwa Trinitas Kristiani yang meyakini Tuhan ada 3 oknum: Tuhan Bapa, Tuhan Ana dan Roh Kudus adalah doktrin yang sudah ada jauh sebelum Kristen lahir ke dunia. Buktinya, di Mesir sudah Trinitas yang meyakini: Osiris, Horus dan Isis, masing-masing sebagai Tuhan Bapa, Anak dan Ibu. Horus diyakini sebagai juru selamat yang mati menebus dosa dengan darahnya, dikuburkan, kemudian jasadnya bangkit pada hari ketiga kemudian bangkit lagi.
Trinitas/Trimurti di India (Hindu), meyakini Tuhan terdiri dari tiga oknum (Trimurti), yaitu Brahma (Tuhan Bapa), Wisnu (Tuhan Pemelihara), dan Syiwa (Tuhan Pembinasa). Brahma mempunyai seorang anak yang tunggal yaitu Krisna yang dilahirkan di kandang sapi. Oknum ketiga dari Trimurti adalah Syiwa. Kepadanya sering dikorbankan beratus-ratus nyawa manusia. Tetapi, menurut pemeluk Hindu, nyawa-nyawa yang dikorbankan itu sesungguhnya adalah inkarnasi Syiwa sendiri.
Di Persia (Mitraisme), meyakini Mitra (dewa matahari) sebagai Juru selamat penebus dosa yang lahir dari seorang perawan pada hari Minggu tanggal 25 Desember. Hari Minggu mereka yakini sebagai hari suci, dalam perkembangannya, tradisi ini diabadikan sebagai hari suci untuk beribadah di gereja oleh umat Kristen. Sehingga hari Minggu disebut sebagai Sunday (hari Matahari).
Coba perhatikan, wahyu yang diterima Rasulullah menyatakan “yudhohi’una qaulalladziina kafaruu min qablu” (mereka meniru perkataan orang-orang kafir yang terdahulu.” Sungguh tepat apa yang disampaikan oleh Nabi dengan sejarah yang sudah ada jauh sebelum beliau lahir. Padahal Rasulullah tidak pernah membaca buku-buku sejarah maupun enskiklopedi agama, karena beliau adalah seorang yang ummiy. Tidakkah hal ini direnungkan oleh para misionaris JIL dan Kristen?
(Dimuat di Tabloid Suara Islam edisi 71, tanggal 17 Juli –7 Agustus 2009M/ 24 Rajab –16 Sya’ban 1430H, hlm. 18-19)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar